Jumaat, 28 Oktober 2011

Catatan ilmu ~ Landasan kehidupan berumah tangga


Perkongsian ilmu......sambungan dan perincian


“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (ar-Rum:21)


Kecenderungan dan rasa tenteram suami kepada isteri dan kesenangan isteri dengan suaminya merupakan hal yang bersifat fitrah dan sesuai dengan instingnya.
Ayat ini merupakan kondisi kehidupan yang diliputi suasana perasaan yang demikian sejuk.
Isteri ibarat tempat suami bernaung, setelah perjuangannya seharian demi mendapatkan sesuap nasi, dan mencari penghiburnya setelah dihinggapi rasa letih dan penat.
Dan, pada putaran akhirnya, semua keletihannya itu ditumpahkan ke tempat bernaung ini.
Ya, kepada sang isteri yang harus menerimanya dengan penuh rasa suka, wajah yang ceria dan senyum. Ketika itulah, sang suami mendapatkan darinya telinga yang mendengar dengan baik, hati yang tulus dan tutur kata yang lembut.

Mendalami makna

Sakinah
“Ketenteraman (sakinah) itu.
Dan, agar suatu ketenteraman dikatakan layak,
maka ia (wanita) harus memiliki beberapa kriteria, di antara yang terpenting;
Pemiliknya merasa suka bila melihat padanya;
Mampu menjaga keluarga dan hartanya;
Tidak membiarkan orang yang menentang nya tinggal bersamanya.


Berkaitan dengan surah ar-Rûm, ayat 21 di atas, ada beberapa renungan:

Renungan Pertama.

Abu al-Hasan al-Mawardy berkata mengenai makna, “Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (ar-Rum:21). Di dalam ayat ini terdapat empat pendapat:

Pertama,

bahwa erti Mawaddah (rasa kasih) adalah al-Mahabbah (kecintaan) sedangkan erti Rahmah (rasa sayang) adalah asy-Syafaqah (rasa kasihan).

Kedua,

bahwa erti Mawaddah adalah al-Jimâ’ (hubungan badan) dan Rahmah adalah al-Walad (anak).
Ibn Katsir berkata, “Di antara tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, Dia menciptakan wanita yang menjadi pasangan kamu berasal dari jenis kamu sendiri sehingga kamu cenderung dan tenteram kepadanya.

Andaikata Dia menjadikan semua Bani Adam (manusia) itu laki-laki dan menjadikan wanita dari jenis lain selain mereka, seperti bila berasal dari bangsa jin atau haiwan, maka tentu tidak akan terjadi kesatuan hati di antara mereka dan pasangan (istri) mereka, bahkan sebaliknya membuat lari, bila pasangan tersebut berasal dari lain jenis.

Kemudian, di antara kesempurnaan rahmat-Nya kepada Bani Adam,
Dia menjadikan pasangan mereka dari jenis mereka sendiri dan menjadikan di antara sesama mereka rasa kasih (mawaddah), yakni cinta dan rasa sayang
(rahmah), rasa kasihan.

Sebab, boleh jadi seorang laki-laki mengikat wanita karena rasa cinta atau kasih terhadapnya hingga mendapat kan keturunan darinya atau ia (si wanita) perlu kepadanya dalam hal nafkah atau agar terjadi kedekatan hati di antara keduanya,
dan lain sebagainya” (Tafsir Ibn Katsir)
Renungan ke Dua.

Mari kita renungi sejenak firman-Nya, “Dari jenismu sendiri.” Isteri adalah manusia yang mulia di mana terjadi persamaan jenis antara dirinya dan suami, sedangkan laki-laki memiliki tingkatan Qiwâmah (kepempimpinan) atas wanita (baca: al-Baqarah:228).

Kepemimpinan suami bukan artinya bertindak otoriter dengan membungkam pendapat orang lain (isteri,red).
Kepemimpinannya itu ibarat rambu lalu lintas yang mengatur perjalanan tetapi tidak untuk memberhentikannya.
Karena itu, kepemimpinan laki-laki tidak berarti menghilangkan peranan wanita dalam berpendapat dan bantuannya di dalam membina keluarga.
Renungan ke Tiga.

Rasa aman, ketenteraman dan kemantapan dapat membawa keselamatan bagi anak-anak dari setiap hal yang mengancam eksistensi mereka dan membuat mereka menyimpang serta jauh dari jalan yang lurus, sebab mereka tumbuh di dalam suatu ‘lembaga’ yang bersih, tidak terdapat kecurangan maupun campur tangan, di dalamnya telah jelas hak-hak dan arah kehidupan, masing-masing individu melakukan kewajiban nya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

 “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”
Kepemimpinan sudah ditentukan dan masing-masing individu sudah rela terhadap yang lainnya dengan tidak melakukan hal yang melampaui batas.

Renungan ke Empat.

Masing-masing pasangan suami-isteri harus saling menghormati pendapat yang lainnya. Harus ada diskusi yang didasari oleh rasa kasih sayang tetapi sebaiknya tidak terlalu panjang dan sampai pada taraf berdebat. Sebaiknya pula salah satu mengalah terhadap pendapat yang lain apalagi bila tampak kekuatan salah satu pendapat, sebab diskusi obyektif yang diasah dengan titisan
embun rasa kasih dan cinta akan mengalahkan semua bencana demi menjaga kehidupan rumah tangga yang bahagia.

 
Renungan ke Lima.

Rasa kasih dan sayang yang tertanam sebagai fitrah Allah subhanahu wata’ala di antara pasangan suami-isteri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan pada keduanya. Sebaliknya, akan berkurang seiring menurunnya kebaikan pada keduanya sebab secara alamiah, jiwa mencintai orang yang memperlaku kanya dengan lembut dan selalu berbuat kebaikan untuknya. Nah, apalagi bila orang itu adalah suami atau isteri yang di antara keduanya terdapat rasa kasih dari Allah subhanahu wata’ala, tentu rasa kasih itu akan semakin bertambah dan menguat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dunia itu adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangannya adalah wanita shalihah.”

Renungan ke Enam.

Kesan terbaik yang didapat dari rumah tangga Nabawi adalah terjaganya hak dalam hubungan suami-isteri baik semasa hidup maupun setelah mati. Hal ini dapat terlihat dari ucapan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tercinta, Saidatina Aisyah radhiyallahu ‘anha yang begitu cemburu terhadap Saidatina Khadijah radhiyallahu ‘anha, isteri pertama beliau padahal ia sudah wafat dan belum pernah dilihatnya. Hal itu semata karena beliau sering mengingat kebaikan dan jasanya.

Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan rumah tangga kaum Muslimin rumah tangga yang selalu diliputi sakinah, mawaddah dan rahmah. Dan hal ini akan terealisasi, manakala kaum Muslimin kembali kepada ajaran Rasul mereka dan mencontoh kehidupan rumah tangga beliau.

(rujukan : Tsulâtsiyyah al-Hayâh az-Zawjiyyah: as-Sakan, al-Mawaddah, ar-Rahmah karya Dr.Zaid bin Muhammad ar-Rummany)

Wasallam






1 ulasan:

atuk berkata...

Assalamualaikum Shami

saya selalu berdoa agar antara kita, keluarga dan sahabat andai, ujud kasih sayang yg berlandaskan ajaran Islam dan mengikut sunah Nabi saw.
Insyaallah

Wassalam